The Wind Sharing

The Wind Sharing
Good time

Kamis, 14 Februari 2013

APAKAH HIDUP INI ADIL? a reflection from Rembulan Tenggelam di Wajahmu, by Tere-Liye







Title: Rembulan Tenggelam di Wajahmu
Author: tere-liye
Pages: 426

Ini novel pertama dari tere-liye yang aku baca. Sebuah novel yang luar biasa dan membuat kita berpikir bahwa dalam kehidupan ini, semua orang dan semua kejadian saling berkaitan atau berakibat satu sama lain, semuanya dihubungkn oleh link-link yang sudah ditakdirkan oleh keadilan langit. Melalui novel ini, aku menyadari bahwa di dunia ini memang ada keadilan, dan aku mulai melihat kembali hal-hal yang terjadi dalam kehidupanku, menganalisa apa akibatnya untuk diriku, dan menduga-duga apa yang hal ni sebabkan di kehidupan orang lain. Tak pelak, analisa atau pemikiran semacam ini membuat kita menjadi lebih bijak dan ikhlas dalam menjalani setiap kejadian dalam hidup ini.
THE SIMILAR BOOK J
Sebelumnya, aku juga sempat membaca karya William P. Young yang berjudul The Shack. Kisah ini juga hampir mirip dengan yang ada di The Shack. Keduanya sama-sama berkisah tentang bagaimana manusia mempertanyakan keadilan Tuhan, setelah kejadian mengerikan yang menimpa mereka. Bedanya, di The Shack, ceritanya berkisah tentang ayah yang kehilangan putri kesayangannya yang tewas terbunuh. Dia merasa sangat kehilangan sehingga dia berpikir bahwa hidup ini tidak adil. Di Rembulan Tenggelam di Wajahmu, ini mengisahkan kehidupan seseorang yang di flash-back, yang selama hidupnya dia mempertanyakan keadilan Tuhan. Perbedaan lain antara keduanya novel tersebut adalah di The Shack, hanya bercerita tentang satu potong kejadian yang akhirnya ber-impact ke tokohnya, dan ini lebih ke ‘penyembuhan’ dan banyak membahas tentang psikologis dan teologi. Di RTW (Rembulan Tenggelam di Wajahmu), ini bercerita tentang a whole life of the main character, jadi tentang bagaimana kejadian-kejadian dalam hidupnya saling berhubungan satu sama lain. Sungguh menakjubkan! Berbeda dari The Shack yang banyak membahas tentang teologi dan psikologi, RTW membahas setiap kehidupan lebih ‘real’, bagaiman manusia saling berhubungan satu sama lain.
Nah, sisi persamaannya, kedua orang yang mempertanyakan keadilan ini, disadarkan oleh sesuatu yang Ghaib atau perjalanan batin yang jarang dialami orang awam. Di The Shack, tokoh utama bertemu dan bercengkerama dengan Tuhan melalui tiga wujudnya, dan di pertemuan tersebutdia merubah seluruh prasangkany tentang Tuhan dan melalui pengalaman-pengalaman tersebut dia menyembuhkan atau memulihkan luka di hatinya. Di dalam RTW, sang tokoh utama disadarkan melalui flash-back kehidupannya yang ketika rahasia langit dibuka di depan matanya, dia dikejutkan oleh kenyataan bahwa segala hal yang terjadi sepanjang hidupnya, saling berhubungan atau berakibat satu sama lain, yang sebelumnya tidak dia ketahui. Dalam ‘perjalanan kembali’ tersebut, si tokoh utama ditemani oleh sesosok atau seseorang yang disebut ‘orang berwajah menyenangkan’ yang saya interpretasikan sebagai ‘malaikat’.
Persamaan kedua, kedua tokoh tersebut sama-sama tidak mempercayai adanya Tuhan atau keadilan. Mungkin dikarenakan masa lalu yang mereka miliki sama-sama suram dan mereka tidak mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan dikarenakan masa lalu. Di The Shack, si pemeran utama trauma karena memiliki ayah yang ‘agamis’ tetapi dalam kenyataannya dia suka minum dan main tangan terhadap istri dan anaknya. Hal inilah yang akhirnya memicu kemarahan si tokoh terhadap agama dan Tuhan. Di RTW, trauma itu muncul dalam sesosok penjaga panti yang agamis juga tapi pada kenyataannya sangat kejam terhadap istri dan anak-anak panti yang diasuhnya. Hal ini membuat trauma si tokoh utama sehingga dia tidak percaya akan agam dan Tuhan. Akan tetapi, kemarahan tersebut terbayar ketika si tokoh utama dalam The Shack bertemu ayahnya dalam ‘perjalanan ghaib’nya dan memaafkannya. Begitupun si tokoh dalam RTW, dengan mengetahui hal yang dilakukan oleh si penjaga panti untuknya, yaitu mengorbankan uang untuk naik hajinya demi membayar pengobatan si tokoh utama (yang baru dia ketahui  ketika melakukan ‘perjalanan ghaib’), si tokoh utama mengikhlaskan apa yang terjadi dalam kehidupannya.
Satu lagi yang menurut saya menarik untuk dibahas, adalah kedua tokoh tersebut sama-sama mempunyai tempat traumatis, dan untuk menyembuhkan trauma mereka, semua harus berawal dari yang paling menyakitkan. Bagi si tokoh dalam The Shack, tempat traumatis tersebut adalah sebuah gubuk dimana mayat putrid kesayangannya ditemukan. Dan bagi tokoh dalam RTW, tempat traumatis tersebut hadir dalam wujud panti asuhan dimana dia mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan.
Menurut saya, itulah hal-hal yang menarik untuk dibahas dari kedua novel tersebut. Saya jatuh cinta kepada keduanya karena keduanya membuka sebuah pemikiran baru, a new way of thinking for me. Sangat menakjubkan! Saya percaya bahwa di dunia ini, ada keadilan  juka kita melihat dari sudut pandang yang berbeda. Dan saya menjadi lebih percaya akan takdir. Karena ketika saya melihat ke belakang, me-review jalan yang sudah saya tempuh, saya melihat link-link atau scenario yang sudah saya tempuh selama ini. Saya sangat bahagia atas kepercayaan saya terhdap takdir, karena tidak semua orang percaya terhadap takdir. Saya tidak menyalahkan mereka karena mempunyai pemikiran yang berbeda dengan saya. Setiap orang punya pengalaman yang berbeda yang membuat mereka menjadi seperti sekarang. Dan bagi saya, pengalaman saya lah yang membuat saya percaya akan takdir. Karena takdir telah membimbing saya sampai sekarang ini melalui kejadian-kejadian yang saya alami sepanjang hidup ini. Saya bahagia akan keyakinan ini, dan saya tidak butuh orang lain untuk setuju dengan pendapat saya ini. Keyakinan adalah private affair.
REMBULAN TENGGELAM DI WAJAHMU
            Cukup cerita tentang kedua novel tersebut, sekarang saya ingin membahas tentang novel ini secara lebih dekat. Saya menyukai ide dan gaya bercerita sang penulis. Saya menyukai bagaimana beliau menyambungkan setiap kejadian yang terjadi. Saya sangat menyukai kejutan, dan novel ini menjawab keinginan saya. Secara keseluruhan, novel ini sangat bagus, dipandang dari bagaimana penulis mengaduk-aduk perasaan pembaca. Tapi ada satu hal yang disayangkan, sangat disayangkan, menurut saya (karena pada saat pembaca sampai pada bagian itu, khususnya saya, merasa kecewa). Hal itu dikarenakan ketika sang penulis menceritakan bagaimana si tokoh utama bertemu dengan si Gigi kelinci. Itu sangat mirip dengan salah satu film India yang saya sukai. Walaupun namanya tere-liye, tapi itu bukan alasan untuk ke India-indianan gitu loh.. kejadian tersebut sangat mengganggu kenikmatan membaca. Bagaimana si tokoh wanita membelikan balon untuk anak-anak dirumah sakit, bagaimana si tokoh laki-laki melukai tangannya dan perempuan membalutnya dengan perban, dan bagaimana si laki-laki melukai tangan yang satunya dan juga kata-kata yang diucapkan oleh si wanita. Semuanya sama. Alangkah baiknya kalau sang penulis membuat cara lain untuk mempertemukan mereka. Saya percaya bahwa sang penulis adalah seseorang yang kreatif dan tidak ingin karyanya dianggap ecek-ecek atau pasaran.
KALIMAT FAVORIT DI REMBUAN TENGGELAM DIWAJAHMU
·         “Tidak ada cara buruk untuk berbuat baik”. –Rembulan Tenggelam di Wajahmu, oleh Tere-Liye
·         “Kita bisa menukar banyak hal menyakitkan yang dilakukan orang lain dengan sesuatu yang lebih hakiki, lebih abadi. Rasa sakit yang timbul karena perbuatan aniaya dan menyakitkan dari orang lain itu sementara. Pemahaman dan penerimaan tulus dari kejadian menyakitkan itulah yang abadi”. –Rembulan Tenggelam di Wajahmu, oleh Tere-Liye
·         “Kau tidak seharusnya menyalahkan orang-orang atas nasib burukmu. Meskipun itu lazim dilakukan orang-orang banyak”. –Rembulan Tenggelam di Wajahmu, oleh Tere-Liye
·         “Ray, kehidupan ini selalu adil. Keadilan langit mengambil berbagai bentuk. Meski tidak semua bentuk itu kita kenali, tapi apakah dengan tidak mengenalinya kita bisa berani-beraninya bilang Tuhan tidak adil?” –Rembulan Tenggelam di Wajahmu, oleh Tere-Liye
·         “Kita selalu berprasangka buruk. Kita membiarkan hati yang mengambil alih, menduga-duga … tidak puas menduga-duga, kita membiarkan hati mulai menyalahkan. Mengutuk semuanya. Kemudian tega sekali, menjadikan kesalahan orang lain sebagai pembenaran atas tingkah laku keliru kita.” –Rembulan Tenggelam di Wajahmu, oleh Tere-Liye
·         “Tahukah kau, orang-orang yang suka menyalahkan orang lain atas kejadian buruk yang menimpanya cenderung sepertimu. Membalas. Ketika kau tidak mampu membalasnya ke orang yang menjadi penyebabnya, tidak bisa membalasnya ke Tuhan, meka kau membalasnya dalam bentuk lain. Apa salahnya menjadi jahat. Menjadi pembenaran.” –Rembulan Tenggelam di Wajahmu, oleh Tere-Liye
·         “Kau tahu, hampir semua orang pernah kehilangan sesuatu yang berharga miliknya, amat berharga malah. Dalam ukuran tertentu, kehilangan yang kau alami mungkin jauh lebih menyakitkan. Tapi kita tidak sedang membicarakan ukuran relative lebih atau kurang. Semua kehilangan itu menyakitkan.” –Rembulan Tenggelam di Wajahmu, oleh Tere-Liye
·         ”Tentang berbagai bagian yang tidak terjelaskan, semoga langit berbaik hati memberitahu. Kalaupun tidak, begitulah kehidupan. Ada yang kita tahu. Ada pula yang tidak kita tahu. Yakinlah, dengan ketidaktahuan itu bukan berarti Tuhan berbuat jahat kepada kita. Mungkin saja Tuhan sengaja melindungi kita dari tahu itu sendiri”. –Rembulan Tenggelam di Wajahmu, oleh Tere-Liye

Tidak ada komentar:

Posting Komentar